Pada postingan sebelumnya telah dibahas salah satu faktor pembentuk suatu
penelitian yaitu metode penelitian. Kali ini akan dibahas mengenai faktor
pembentuk yang selanjutnya yaitu hipotesis
penelitian.
Hipotesis atau hipotesa adalah suatu perkiraan dalam
pengambilan kesimpulan atau keputusan akan dampak yang timbul dari suatu
masalah yang belum terbukti kebenarannya. Hipotesis dapat
bernilai benar atau salah. Hipotesis ilmiah mencoba mengutarakan
jawaban sementara terhadap masalah yang akan diteliti. Hipotesis menjadi teruji
apabila semua gejala yang timbul tidak bertentangan dengan hipotesis tersebut.
Dalam upaya pembuktian hipotesis, peneliti dapat saja dengan sengaja menimbulkan
atau menciptakan suatu gejala. Kesengajaan ini disebut percobaan atau
eksperimen. Hipotesis yang telah teruji kebenarannya disebut teori.
Contoh :
Apabila terlihat awan hitam dan langit menjadi pekat,
maka seseorang dapat saja menyimpulkan berdasarkan bahwa (karena langit mendung, maka...)
sebentar lagi hujan akan turun. Apabila ternyata beberapa saat kemudian hujan
benar turun, maka dugaan terbukti benar. Secara ilmiah, dugaan ini disebut
hipotesis. Namun apabila ternyata tidak turun hujan, maka hipotesisnya
dinyatakan keliru.
Kegunaan Hipotesis
a.
Hipotesis dapat dikatakan sebagai piranti kerja teori.
Hipotesis ini dapat dilihat dari teori yang digunakan untuk menjelaskan
permasalahan yang akan diteliti. Misalnya, sebab dan akibat dari konflik dapat
dijelaskan melalui teori mengenai konflik.
b.
Hipotesis dapat diuji dan ditunjukkan kemungkinan
benar atau tidak benar atau di falsifikasi.
c.
Hipotesis adalah alat yang besar dayanya untuk
memajukan pengetahuan karena membuat ilmuwan dapat keluar dari dirinya sendiri.
Artinya, hipotesis disusun dan diuji untuk menunjukkan benar atau salahnya
dengan cara terbebas dari nilai dan pendapat peneliti yang menyusun dan
mengujinya.
Hipotesis dalam penelitian
Walaupun
hipotesis penting sebagai arah dan pedoman kerja dalam penelitian, tidak semua
penelitian mutlak harus memiliki hipotesis. Penggunaan hipotesis dalam suatu
penelitian didasarkan pada masalah atau tujuan penelitian. Dalam masalah atau
tujuan penelitian tampak apakah penelitian menggunakan hipotesis atau tidak.
Contohnya yaitu Penelitian eksplorasi yang tujuannya untuk menggali dan
mengumpulkan sebanyak mungkin data atau informasi tidak menggunakan hipotesis.
Hal ini sama dengan penelitian
deskriptif, ada yang berpendapat tidak menggunakan hipotesis sebab hanya
membuat deskripsi atau mengukur secara cermat tentang fenomena yang diteliti,
tetapi ada juga yang menganggap penelitian deskriptif dapat menggunakan
hipotesis. Sedangkan, dalam penelitian penjelasan yang bertujuan menjelaskan
hubungan antar-variabel adalah keharusan untuk menggunakan hipotesis.
Fungsi penting hipotesis di dalam penelitian, yaitu :
a.
Untuk menguji teori,
b.
Mendorong munculnya teori,
c.
Menerangkan fenomena sosial,
d.
Sebagai pedoman untuk mengarahkan penelitian,
e.
Memberikan kerangka untuk menyusun kesimpulan yang
akan dihasilkan.
Karakteristik
Satu
hipotesis dapat diuji apabila hipotesis tersebut dirumuskan dengan benar.
Kegagalan merumuskan hipotesis akan mengaburkan hasil penelitian. Meskipun
hipotesis telah memenuhi syarat secara proporsional, jika hipotesis tersebut
masih abstrak bukan saja membingungkan prosedur penelitian, melainkan juga
sukar diuji secara nyata. Untuk dapat memformulasikan hipotesis yang baik dan
benar, sedikitnya harus memiliki beberapa ciri-ciri pokok, yakni :
a. Hipotesis diturunkan dari suatu teori yang disusun
untuk menjelaskan masalah dan dinyatakan dalam proposisi-proposisi. Oleh sebab
itu, hipotesis merupakan jawaban atau dugaan sementara atas masalah yang
dirumuskan atau searah dengan tujuan penelitian.
b.
Hipotesis harus dinyatakan secara jelas, dalam istilah
yang benar dan secara operasional. Aturan untuk, menguji satu hipotesis secara
empiris adalah harus mendefinisikan secara operasional semua variabel dalam
hipotesis dan diketahui secara pasti variabel independen dan variabel dependen.
c.
Hipotesis menyatakan variasi nilai sehingga dapat
diukur secara empiris dan memberikan gambaran mengenai fenomena yang diteliti.
Untuk hipotesis deskriptif berarti hipotesis secara jelas menyatakan kondisi,
ukuran, atau distribusi suatu variabel atau fenomenanya yang dinyatakan dalam
nilai-nilai yang mempunyai makna.
d. Hipotesis harus bebas nilai. Artinya nilai-nilai yang
dimiliki peneliti dan preferensi subyektivitas tidak memiliki tempat di dalam
pendekatan ilmiah seperti halnya dalam hipotesis.
e. Hipotesis harus dapat diuji. Untuk itu, instrumen
harus ada (atau dapat dikembangkan) yang akan menggambarkan ukuran yang valid
dari variabel yang diliputi. Kemudian, hipotesis dapat diuji dengan metode yang
tersedia yang dapat digunakan untuk mengujinya sebab peneliti dapat merumuskan
hipotesis yang bersih, bebas nilai, dan spesifik, serta menemukan bahwa tidak
ada metode penelitian untuk mengujinya.
f. Hipotesis harus spesifik. Hipotesis harus bersifat
spesifik yang menunjuk kenyataan sebenarnya.
g. Hipotesis harus menyatakan perbedaan atau hubungan
antar-variabel. Satu hipotesis yang memuaskan adalah salah satu hubungan yang
diharapkan di antara variabel dibuat secara eksplisit.
Tahap-tahap pembentukan hipotesis secara umum
1.
Penentuan masalah.
Dasar penalaran ilmiah ialah kekayaan pengetahuan ilmiah yang biasanya
timbul karena sesuatu keadaan atau peristiwa yang terlihat tidak atau tidak
dapat diterangkan berdasarkan hukum atau teori atau dalil-dalil ilmu yang sudah
diketahui. Dasar penalaran pun sebaiknya dikerjakan dengan sadar dengan
perumusan yang tepat. Dalam proses penalaran ilmiah tersebut, penentuan masalah
mendapat bentuk perumusan masalah.
2.
Hipotesis pendahuluan atau hipotesis preliminer (preliminary hypothesis).
Dugaan atau anggapan sementara yang menjadi pangkal bertolak dari semua
kegiatan. Ini digunakan juga dalam penalaran ilmiah. Tanpa hipotesa preliminer,
pengamatan tidak akan terarah. Fakta yang terkumpul mungkin tidak akan dapat
digunakan untuk menyimpulkan suatu konklusi, karena tidak relevan dengan
masalah yang dihadapi. Karena tidak dirumuskan secara eksplisit, dalam
penelitian, hipotesis priliminer dianggap bukan hipotesis keseluruhan
penelitian, namun merupakan sebuah hipotesis yang hanya digunakan untuk
melakukan uji coba sebelum penelitian sebenarnya dilaksanakan.
3.
Pengumpulan fakta.
Dalam penalaran ilmiah, di antara jumlah fakta yang besarnya tak terbatas
itu hanya dipilih fakta-fakta yang relevan dengan hipotesa preliminer yang
perumusannya didasarkan pada ketelitian dan ketepatan memilih fakta.
4.
Formulasi hipotesa.
Pembentukan hipotesa dapat melalui ilham atau intuisi, dimana logika tidak
dapat berkata apa-apa tentang hal ini. Hipotesa diciptakan saat terdapat
hubungan tertentu di antara sejumlah fakta. Sebagai contoh sebuah anekdot yang
jelas menggambarkan sifat penemuan dari hipotesa, diceritakan bahwa sebuah apel
jatuh dari pohon ketika Newton tidur di bawahnya dan teringat olehnya bahwa
semua benda pasti jatuh dan seketika itu pula dilihat hipotesanya, yang dikenal
dengan hukum gravitasi.
5.
Pengujian hipotesa.
Mencocokkan hipotesa dengan keadaan yang dapat diamati dalam
istilah ilmiah hal ini disebut verifikasi (pembenaran). Apabila hipotesa
terbukti cocok dengan fakta maka disebut konfirmasi. Falsifikasi (penyalahan)
terjadi jika usaha menemukan fakta dalam pengujian hipotesa tidak sesuai dengan
hipotesa. Bilamana usaha itu tidak berhasil, maka hipotesa tidak terbantah oleh
fakta yang dinamakan koroborasi (corroboration). Hipotesa yang sering
mendapat konfirmasi atau koroborasi dapat disebut teori.
6.
Aplikasi/penerapan.
Apabila hipotesa itu benar dan dapat diadakan menjadi ramalan (dalam
istilah ilmiah disebut prediksi), dan ramalan itu harus terbukti cocok
dengan fakta. Kemudian harus dapat diverifikasikan/koroborasikan dengan fakta.
Sumber materi : Wikipedia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar